Kardani Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Jatim |
.....................................
Surabaya, KNM –
Geliat potensi perikanan di Jatim belakangan ini kian menunjukkan
gairah. Ini ditandai dengan produksi perikanan budidaya yang ditarget
naik 15% pada tahun depan. “Kami akan lebih tingkatkan lagi
diversifikasi produk hasil pengolahan ini untuk nilai tambah di
sejumlah pasar tujuan ekspor,” kata Kardani, Kepala Dinas Perikanan
dan Kelautan Jatim mengomentari pencabutan Commission Decision (CD)
oleh Uni Eropa terhadap hasil ekspor perikanan Indonesia. Kardani
di kantornya mengungkapkan, pihaknya akan memfokuskan budidaya
perikanan pada sentra-sentra penghasil ikan di Jatim. Ia menyebut,
tiga kabupaten di Jatim, Jombang, Nganjuk dan Probolinggo menjadi
konsentrasi menaikkan produk perikanan dengan nilai ekspor. “Target
yang kami canangkan sampai akhir tahun ini bisa meningkat 6% dari
total produksi budidaya perikanan pada tahun lalu yang mencapai
kisaran 863.000 ton. Kalau untuk produksi perikanan tangkap tercatat
sebesar 404.000 ton,” cetus Kardani.
Menyinggung pencabutan
CD No. 2012/690/EU (CD 690/2012) oleh Uni Eropa pada 6 November 2012
lalu, Kardani mengaku, sangat apresiasi dan menyambut baik terbukanya
pasar Uni Eropa terhadap produk perikanan Indonesia. Sebelumnya,
lanjut Kardani, pencabutan aturan tersebut berawal dari keyakinan Uni
Eropa terhadap produk perikanan hasil budidaya Indonesia bebas dari
kandungan residu antibiotik chloramphenicol, nitrofurans dan
tetracyclines.
“Memang tidak ada pengaruh kalau ditilik dari
sisi volume dan nilai, tapi setidaknya ada daya saing produk
perikanan hasil budidaya Indonesia akan meningkat. Efeknya, sudah
barang tentu akan memberikan keuntungan besar bagi eksportir
Indonesia,” tuturnya.
Lebih jauh dipaparkan, pencabutan
larangan tersebut akan memberi keuntungan produk perikanan hasil
budidaya Indonesia masuk ke negara anggota Uni Eropa. Dikatakan,
sejak aturan tersebut ditiadakan, produk perikanan Indonesia tidak
perlu lagi diinspeksi ketat oleh kebijakan larangan pemerintah Uni
Eropa. “Selama ini, tanggungan biaya uji laboratorium yang
dikeluarkan eksportir cukup besar. Di Indonesia saja, ongkosnya bisa
diatas Rp 5 juta. Sedangkan, biaya uji laboratorium di Eropa bisa
mencapai lima kali lipatnya,” ujar Kardani.
Diakui, larangan
tersebut sempat membuat Indonesia ‘shock’ dengan produk
perikananya yang akan di ekspor ke Uni Eropa. Sebab, produk Indonesia
harus menjalani pemeriksaan 20% by shipment. “Artinya dari total
volume produksi perikanan yang diekspor, 20% diantaranya diperiksa
secara acak di pelabuhan negara penerima,” tuturnya.
Menurut
Kardani, sebenarnya, secara volume larangan tersebut tidak terlalu
berpengaruh karena Uni Eropa tetap menjadi pasar ekspor tradisional
Indonesia, selain Amerika Serikat, Jepang dan China. Namun, larangan
tersebut, menjadi kekhawatiran terhadap citra buruk produk perikanan
dari Indonesia. “Pastinya, mahalnya biaya operasional mulai dari
mesin pendingin dan biaya antri di pelabuhan ketika menunggu hasil
pemeriksaan keluar,” jelas Kardani.
Untuk diketahui,
larangan tersebut berlaku sejak 2009. Kemudian di tahun 2011
dilakukan inspeksi oleh Nastional Recide Control Plan (NRCP) yang
menyatakan, Indonesia aman sehingga larangan tersebut dicabut.
Dengan ditariknya larangan tersebut, Indonesia menarget pada
2012, ekspor hasil perikanan Jatim naik 10%-15% dari realisasi tahun
sebelumnya. Berdasar data yang ada, tahun 2011 volume ekspor Jatim
tercatat 272.172 ton dengan nilai 827.196.726 dollar AS (Rp 7,856
triliun). Untuk tahun ini, Jatim optimis mematok target dengan
capaian sebesar 900 juta dollar AS (Rp 8,550 triliun).
Pencabutan
larangan ini secara resmi dikeluarkan pada 6 November 2012 melalui
Commission Decision No. 2012/690/EU (CD 690/2012). Duta Besar RI di
Brusel, Arif Havas Oegroseno, di London menyatakan, dengan dicabutnya
larangan tersebut, menjadi peluang besar para pengusaha perikanan
budidaya untuk menggenjot ekspor ke Uni Eropa.
Sebelumnya,
produk perikanan budidaya Indonesia mengalami kesulitan jika masuk ke
pasar Eropa. Setiap produk-produk perikanan Indonesia yang di ekspor
ke Eropa harus melalui tes khusus. “Selain itu, harus bebas dari
residu antibiotik sebelum bisa dipasarkan. Malah, di beberapa negara
anggota Uni Eropa, produk nasional ini dikategorikan beracun dan
berbahaya bagi kesehatan manusia,” ingat Kardani. (net/F/admin )
0 komentar:
Posting Komentar